Penganiayaan
umat Kristen di kota Burkina Faso, Afrika Barat terus meningkat selama beberapa bulan terakhir.
Kabar
terbaru menyampaikan bahwa kelompok teroris ekstrim membunuh empat warga desa Bani
karena kedapatan mengenakan kalung salib. Kejadian ini terjadi [ada 27 Juni 2019 silam, dimana mereka ditangkap oleh kelompok teroris dan dibunuh dengan sadis.
“Saat penduduk
desa Bani diminta berkumpul (oleh kelompok ekstrimis yang datang ke desa). Mereka
memaksa semua orang untuk berbaring telungkup di tanah. Kemudian mereka mencari
keempat orang yang mengenakan salib. Jadi mereka membunuh mereka karena jadi orang
Kristen. Setelah membunuh mereka, kelompok itu memperingatkan semua penduduk
desa lainnya untuk masuk Islam, jika tidak ingin dibunuh,” kata Uskup Laurent Birfyore Dabire dari Keuskupan Dori.
Tak bisa
disangkal jika umat Kristen di Burkina Faso memang jadi target sasaran kelompok
ekstrimis. Karena itulah Uskup Dabire meminta bantuan dari semua pihak untuk menolong orang-orang Kristen di sana.
“Kalau dunia tidak bisa melakukan apa-apa, hasilnya adalah penghapusan kehadiran Kristen di daerah ini dan sangat mungkin, di masa depan, dari seluruh negara,” katanya.
Baca Juga:
Pastor dan 5 Jemaat Tewas Ditembak Saat Misa di Gereja Katolik, Burkina Faso
Tewaskan 6 Orang, Penyerangan di Gereja Katolik Burkina Faso Didalangi Kelompok Ini….
Dia juga meminta
komunitas Internasional untuk melindungi komunitas Kristen di Burkina Faso dan menghentikan bantuan luar negeri kepada kelompok ekstrimis tersebut.
“Senjata yang
mereka gunakan tidak dibuat di sini di Afrika. Mereka punya senapan,Senapan mesin
dan banyak sekali amunisi, lebih dari yang dimiliki pasukan Burkina Faso. Saat
mereka datang ke desa-desa mereka menembaki apapun selama berjam-jam. Siapa
yang memasok benda itu untuk mereka? Jika mereka tidak mendapatkan dukungan
dari luar, mereka pasti berhenti. Itu sebabnya saya memohon kepada otoritas Internasional.
Siapapun yang memiliki kuasa untuk melakukannya, semoga merekamenghentikan semua kekerasan ini,” ungkapnya.
Fakta Soal Burkina Faso
Data statistik
menunjukkan bahwa dari total jumlah penduduk Afrika Barat, lebih dari 60% diantaranya adalah Muslim dan 20% Kristen.
Dalam
beberapa bulan terakhir, kelompok teroris ekstrimis muncul dan melakukan
serangan terhadap gereja dan orang Kristen. Lebih dari 100.000 orang diusir dari
tempat tinggalnya disusul dengan tujuh serangan gereja yang menyebabkan tewasnya 23 orang Kristen, termasuk lima pemimpin gereja.
Umat
Kristen telah menyaksikan penganiayaan yang terus meningkat dan brutal oleh kelompok teroris ekstrimis.
Sebelum
kehadiran kelompok ini, Afrika Barat dikenal sebagai negara yang menjunjung toleransi
yang tinggi antarumat beragama, sekalipun dikenal sebagai negara mayoritas Muslim.
Namun kondisi itu berubah setelah kehadiran kelompok ekstrimis sejak bulan Februari 2019 silam, diantaranya :
1. Pembunuhan
15 Februari terhadap seorang imam berusia 72 tahun di perbatasan di Nohao. Dia dan dua pendeta lainnya diserang saat melakukan perjalanan dari Togo.
2.
Pembunuhan 19 Februari terhadap seorang pendeta berusia 54 tahun di tengah jalan santara Tasmakatt da Gorom-Gorom.
3.
Pembunuhan 23 April terhadap seorang pendeta di dekat kota utama Arbinda di Sahel.
4. Pembunuhan
28 April terhadap enam orang di sebuah gereja di kota kecil Silgaji dekat Djibo di Burkina Faso utara.
5. Pembunuhan 6 orang pada 12 Mei, termasuk seorang pendeta.
6. Eksekusi
pada 13 Mei terhadap empat orang Kristen di Singa, kotamadya Zimtenga di utara tengah.
7.
Pembunuhan 26 Mei terhadap empat jemaat gereja saat melakukan ibadah di gereja di Toulfe.
Serangkaian
tindakan kejahatan ini telah dikonfirmasi sebagai ulah dari kelompok ekstrimis.
Hal ini diduga terjadi karena paham agama yang dianut oleh kaum jihadis. Dimana mereka memaksakan semua orang untuk mengikuti hukum Syariah yang mereka anut.
Mereka bahkan
membuat aturan tersendiri kepada semua orang dan tak seorangpun yang bisa membantah.
Misalnya, setiap pukul 6 sore, semua orang harus pergi ke masjid, setiap
perempuan harus mengenakan jilbab. Tidak boleh merokok dan melarang adanya aktivitas prostitusi.
Namun selain karena agama, penganiayaan di Burkina
Faso disebabkan karena beberapa faktor lain seperti politik, ekonomi dan suku. Taktik serangan ini dilakukan untuk menebar konflik agama.
Akibat dari
penganiayaan yang dialami warga Burkina Faso, lebih dari 135.000 warga
meninggalkan rumahnya,sekolah-sekolah ditutup dan tak ada aktivitas ibadah di gereja.
Lebih dari 200 gereja ditutup untuk menghindari serangan susulan.
“Para kelompok
ekstrimis mengancam gereja, mengirimkan peringatan untuk menghentikan ibadah di
komunitas Arbinda, Dablo, Kongoussi dan daerah lainnya. Awalnya mereka menentang
cara ibadah di gereja-gereja dimana wanita dan pria berkumpul disatu ruangan
yang sama. Kemudian, dalam waktu singkat, orang-orang Kristen diperingatkan untuk tidak mengadakan ibadah,” demikian laporan tim Open Doors.
Sampai saat
ini, penganiayaan terhadap orang Kristen masih terus berlanjut. Namunpara
pemimpin gereja Burkina Faso telah bersatu menyatakan permohonan mereka untuk membantu
menghentikan penderitaan umat Kristen di negara mereka.